KH Ahmad Dahlan
Bagian III
Sebagai seorang yang aktif dalam kegiatan bermasyarakat dan mempunyai
gagasan-gagasan cemerlang, Dahlan juga dengan mudah diterima dan
dihormati di tengah kalangan masyarakat, sehingga ia juga dengan cepat
mendapatkan tempat di organisasi Jam’iyatul Khair, Budi Utomo, Syarikat
Islam, dan Comite Pembela Kanjeng Nabi Muhammad Saw.
Pada
tahun 1912, Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk
melaksanakan cita-cita pembaharuan Islam di bumi Nusantara. Ahmad Dahlan
ingin mengadakan suatu pembaharuan dalam cara berpikir dan beramal
menurut tuntunan agama Islam. Ia ingin mengajak ummat Islam Indonesia
untuk kembali hidup menurut tuntunan Al-Qur’an dan Al-Hadis. Perkumpulan
ini berdiri pada tanggal 18 Nopember 1912. Sejak awal Dahlan telah
menetapkan bahwa Muhammadiyah bukan organisasi politik tetapi bersifat
sosial dan bergerak di bidang pendidikan.
Gagasan
pendirian Muhammadiyah oleh Ahmad Dahlan ini juga mendapatkan
resistensi, baik dari keluarga maupun dari masyarakat sekitarnya.
Berbagai fitnahan, tuduhan dan hasutan datang bertubi-tubi kepadanya. Ia
dituduh hendak mendirikan agama baru yang menyalahi agama Islam. Ada
yang menuduhnya kiai palsu, karena sudah meniru-niru bangsa Belanda yang
Kristen dan macam-macam tuduhan lain. Bahkan ada pula orang yang hendak
membunuhnya. Namun rintangan-rintangan tersebut dihadapinya dengan
sabar. Keteguhan hatinya untuk melanjutkan cita-cita dan perjuangan
pembaharuan Islam di tanah air bisa mengatasi semua rintangan tersebut.
Pada
tanggal 20 Desember 1912, Ahmad Dahlan mengajukan permohonan kepada
Pemerintah Hindia Belanda untuk mendapatkan badan hukum. Permohonan itu
baru dikabulkan pada tahun 1914, dengan Surat Ketetapan Pemerintah No.
81 tanggal 22 Agustus 1914. Izin itu hanya berlaku untuk daerah
Yogyakarta dan organisasi ini hanya boleh bergerak di daerah Yogyakarta.
Dari Pemerintah Hindia Belanda timbul kekhawatiran akan perkembangan organisasi ini. Itulah sebabnya kegiatannya dibatasi.
Walaupun
Muhammadiyah dibatasi, tetapi di daerah lain seperti Srandakan,
Wonosari, Imogiri dan lain-lain tempat telah berdiri Cabang
Muhammadiyah. Hal ini jelas bertentangan dengan dengan keinginan
pemerintah Hindia Belanda. Untuk mengatasinya, maka K.H. Ahmad Dahlan
menyiasatinya dengan menganjurkan agar Cabang Muhammadiyah di luar
Yogyakarta memakai nama lain, misalnya Nurul Islam di Pekalongan,
Al-Munir di Makassar, dan di Garut dengan nama Ahmadiyah. Sedangkan di
Solo berdiri perkumpulan Sidiq Amanah Tabligh Fathonah (SATF) yang mendapat pimpinan dari Cabang Muhammadiyah.
ajak teman yah!!!
BalasHapus